4 Isi Perjanjian Bongaya

Tulisan ini membahas tentang Isi Perjanjian Bongaya, sebuah perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 antara Kerajaan Gowa dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Pembagian ini disepakati setelah berakhirnya peperangan antara kedua belah pihak yang terjadi selama beberapa tahun dan akhirnya kemenangan berada di pihak VOC.

Isi Perjanjian Bongaya

Berikut ini adalah empat poin utama dari Perjanjian Bongaya dan penjelasan lebih rinci mengenai isinya:

Pengakuan atas Kekuasaan VOC

Penegasan Kekuasaan Kolonial

Perjanjian ini merupakan pengakuan kekuasaan VOC atas Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan daerah-daerah lain di sekitarnya. Pernyataan ini merupakan sebuah pemahaman bahwa VOC memiliki hak prerogatif untuk mengatur perdagangan dan fungsi politik di wilayah tersebut.

Implikasi Politik

Pengakuan ini menandakan penurunan pengaruh Inggris di Sulawesi Selatan, khususnya Kerajaan Gowa sebagai kekuatan politik utama. VOC muncul sebagai penguasa yang dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang sangat vital di wilayah ini sesuai dengan kehendaknya.

Penyerahan Benteng Ujung Pandang

Penyerahan yang Strategis

Kerajaan Gowa terpaksa menyerahkan Ujung Pandang dan benteng yang sekarang dikenal sebagai Fort Rotterdam kepada VOC. Fakta bahwa lokasi yang dilindungi oleh benteng ini menunjukkan bahwa benteng ini merupakan salah satu benteng terkuat dan terpenting di daerah tersebut.

Memberikan konseptualisasi yang luar biasa tentang VOC sebagai saluran untuk barang-barang penampungan Asia, karya ini menempatkan organisasi perdagangan yang kuat ini di jantung jaringan ekonomi Asia dan lingkup pengaruhnya.

Penyerahan benteng ini memastikan bahwa VOC dapat memiliki benteng pertahanan yang tangguh yang berfungsi sebagai pos militer di Sulawesi Selatan. Benteng ini kemudian digunakan sebagai markas besar VOC dan sebagai pusat administrasi, militer, dan perdagangan di daerah tersebut.

Pengusiran Orang Asing

Monopoli Perdagangan

Salah satu yang paling penting adalah bahwa Gowa dipaksa untuk mengusir semua bangsa asing terutama Portugis dan Spanyol dari wilayah tersebut. VOC perlu memastikan bahwa tidak ada orang Eropa lain yang dapat mengembangkan perdagangan yang tidak bersahabat di nusantara yang merupakan monopoli perusahaan tersebut.

Peningkatan Keuntungan VOC

Dengan bantuan Belanda, bangsa-bangsa asing ini keluar dari wilayah tersebut, dan dengan cara ini VOC dapat menjamin bahwa hanya mereka yang akan berurusan dengan rempah-rempah, yang mendatangkan keuntungan besar.

Pembatasan Kegiatan Maritim

Kontrol Perdagangan Maritim

Salah satu poin penting dari perjanjian tersebut adalah bahwa Kerajaan Gowa tidak diizinkan untuk berlayar di laut tanpa izin terlebih dahulu dari VOC. Hal ini mencakup perdagangan, pelayaran dan kegiatan terkait laut lainnya yang sebelumnya telah menjadi faktor pendukung perekonomian Gowa.

Pembatasan Kebebasan

Pembatasan ini sangat membatasi kebebasan Gowa untuk berdagang dan melakukan pelayaran. Karena Gowa adalah kerajaan maritim, pembatasan tersebut berdampak negatif pada ekonomi dan kemampuan maritim mereka.

Ketergantungan pada VOC

Pembatasan-pembatasan ini membuat Gowa semakin bergantung pada VOC dalam hal perdagangan produk dan jasa yang berhubungan dengan maritim. Hal ini membuat VOC menjadi lebih dominan sebagai penguasa ekonomi dan politik di wilayah tersebut.

Penjelasan Tambahan

Hukum dan peraturan Pembentukan & penegakannya

Perusahaan-perusahaan ekspor diizinkan untuk membuat hukum dan peraturan mereka sendiri di dalam wilayah operasi mereka, seperti halnya VOC. Hal ini termasuk hak untuk menahan atau menghukum siapa saja yang terbukti melanggar ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian, dan atau perintah-perintah yang diberikan oleh VOC.

Pembatasan Militer

Kerajaan Gowa juga harus menahan militernya dan tidak boleh melakukan ekspansi atau melancarkan serangan ke wilayah lain tanpa persetujuan VOC. Hal ini membuat kemungkinan ancaman militer dari Gowa terhadap VOC berkurang karena mereka akan kehilangan kekebalannya.

Dengan demikian, Isi Perjanjian Bongaya adalah salah satu contoh bagaimana VOC mempraktikkan perpaduan antara diplomasi dan kekuatan untuk membangun dan memperkuat posisi mereka di kepulauan Asia Tenggara. Di satu sisi, perjanjian ini tidak hanya menandai kekalahan dan runtuhnya dominasi Gowa, tetapi juga konsolidasi VOC sebagai kekuatan kolonial utama di wilayah Sulawesi Selatan.

Latar Belakang Perjanjian Bongaya

Latar belakang Perjanjian Bongaya berawal dari pergulatan yang cukup rumit antara Kerajaan Gowa dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), sebuah perusahaan dagang Belanda yang memiliki kekuasaan politik dan militer di Nusantara. Sebelum menganalisa perjanjian ini secara rinci, ada baiknya kita melihat beberapa faktor penting yang melatarbelakangi terjadinya perjanjian ini.

Isi Perjanjian Bongaya

Berikut ini merupakan latar belakang dari isi perjanjian bongaya yang mempengaruhinya antara lain:

Persaingan Dagang

Selama abad ketujuh belas, Nusantara merupakan salah satu pemain penting dalam pasar rempah-rempah dunia. Beberapa hasil bumi yang paling banyak dicari adalah cengkeh, pala, dan lada yang diekspor ke pasar internasional, terutama Eropa. Kerajaan Gowa dengan pelabuhan utamanya di Makassar, menjadi salah satu pusat perdagangan rempah-rempah. Masyarakat Gowa memiliki jaringan perdagangan yang baik dan mereka disambut baik oleh berbagai negara seperti Portugis, Inggris, dan Belanda.

Namun, Belanda, melalui Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC yang dibentuk pada tahun 1602 oleh pemerintah Belanda berniat untuk mendominasi perdagangan rempah-rempah di nusantara. Tujuannya adalah untuk mengatur akses dan memastikan bahwa negara-negara lain, khususnya Portugis dan Inggris, tidak dapat terlibat dalam perdagangan di wilayah tersebut. Upaya monopoli semacam itu terkadang menimbulkan konfrontasi dengan raja-raja lokal yang menganggap inisiatif VOC sebagai pelanggaran terhadap otoritas dan kontrol mereka atas perdagangan.

Ketegangan Politik

Salah satu kerajaan yang berpengaruh dan menonjol di wilayah Sulawesi Selatan adalah Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin antara tahun 1653 dan 1669. Sultan Hasanuddin yang terkenal dengan sebutan ‘Ayam Jantan dari Timur’ merupakan pemimpin yang berpengaruh dan memiliki pandangan jauh ke depan untuk melindungi kerajaannya dari kekuatan eksternal. Konflik muncul ketika VOC berusaha menerapkan kebijakan monopolinya di Gowa.

VOC juga memandang Gowa bukan hanya sebagai saingan dagang tetapi juga sebagai musuh politik yang potensial. Gowa juga memiliki afiliasi dengan kerajaan-kerajaan lokal lainnya, dan kekuatannya dianggap mampu mengacaukan status quo dan hegemoni VOC di wilayah tersebut. Untuk mengatasi ancaman ini, VOC mulai bersekutu dengan musuh-musuh Gowa, seperti Kerajaan Bone di Sulawesi. Persekutuan ini menjadi salah satu penyebab utama berkurangnya pengaruh Gowa.

Konflik Militer

Persaingan komersial dan diplomatik pada akhirnya berujung pada tindakan perang. Perang Makassar yang berlangsung dari tahun 1666 hingga 1669 merupakan salah satu perang terbesar yang pernah terjadi di nusantara pada abad ke-17. VOC menyerang Gowa dan hal ini dimungkinkan oleh dukungan militer yang besar dan aliansi dengan Kerajaan Bone dan beberapa kerajaan lokal lainnya.

Perang ini melibatkan beberapa pertempuran besar seperti pertempuran untuk merebut Benteng Somba Opu yang merupakan struktur pertahanan utama Gowa. Meskipun mendapat perlawanan sengit dari pihak Gowa, VOC dan pasukan sekutunya berhasil mengepung dan akhirnya merebut benteng tersebut. Ini adalah salah satu kemenangan taktis bagi Belanda karena Benteng Somba Opu telah jatuh dan tekanan terhadap Sultan Hasanuddin dari Gowa untuk menyerah.

Penandatanganan Perjanjian

Serangkaian kemalangan militer membuat Sultan Hasanuddin menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Perjanjian ini dirancang oleh VOC yang bertujuan untuk melanggengkan supremasi VOC di Sulawesi Selatan dan menghilangkan ancaman yang ditimbulkan oleh Gowa. Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini sedikit banyak melayani kepentingan VOC dan mengurangi otoritas dan kemerdekaan Gowa secara signifikan.

Perjanjian Bongaya menjadi saksi terbenamnya supremasi angkatan laut Kerajaan Gowa di kepulauan Indonesia dan menandai kebangkitan VOC sebagai kekuatan angkatan laut tertinggi baru di wilayah tersebut. Implikasi dari perjanjian ini menjangkau beberapa bidang kehidupan: Politik, ekonomi dan kehidupan sosial di Sulawesi Selatan dan beberapa dekade berikutnya.

Di tengah-tengah latar belakang perdagangan, politik, dan perjuangan militer, Isi Perjanjian Bongaya bukan hanya sebuah perjanjian biasa, tetapi juga mewakili perubahan dalam sejarah Nusantara. 

Dampak Perjanjian Bongaya

Dampak Isi Perjanjian Bongaya yang memiliki arti yang sangat luas terhadap analisis politik, ekonomi, dan sosial di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.

Isi Perjanjian Bongaya

Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai dampak perjanjian ini:

Hilangnya Kedaulatan Gowa

Hilangnya Wilayah

Konsekuensi lain dari isi perjanjian bongaya ini adalah hilangnya sebagian besar wilayah Gowa. Wilayah-wilayah yang pada dasarnya dikelola dan dikendalikan oleh Gowa secara strategis, harus diserahkan kepada VOC dan hal ini melemahkan otoritas dan hegemoni Gowa secara signifikan.

Penurunan Status

Kerajaan-kerajaan pesisir lainnya juga kehilangan posisi strategisnya seperti Kerajaan Gowa, yang dulunya merupakan salah satu kekuatan maritim terbesar di nusantara, berubah menjadi embel-embel VOC, sebuah kerajaan bawahan. Hal ini menyebabkan kerajaan Bowa kehilangan pamor dan kekuasaan politiknya atas kerajaan-kerajaan lain di nusantara.

Dominasi VOC

Memperkuat Pangkalan Militer

Dalam kaitan ini, Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) yang dikuasai oleh VOC sangat strategis dan membentuk pertahanan yang kuat di Sulawesi Selatan. Benteng ini juga terbukti memiliki tembok pelindung dan juga menyediakan benteng pertahanan yang dibutuhkan VOC untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di wilayah tersebut.

Kontrol Perdagangan

VOC juga memiliki kemampuan untuk mengarahkan rute utama perdagangan di daerah tersebut dan mereka melakukan ini melalui fokus pada perdagangan rempah-rempah yang sangat menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini memberikan VOC monopoli di pasar karena mampu menetapkan harga sehingga meminimalkan biaya variabel yang ditimbulkan oleh pedagang lokal dan internasional.

Monopoli Perdagangan

Pengusiran Pesaing

Sejak Portugis dan Spanyol harus meninggalkan wilayah Gowa sebagai salah satu persyaratan perjanjian yang ditandatangani di antara mereka. Hal ini memberikan kesempatan kepada VOC untuk mendominasi perdagangan rempah-rempah tanpa adanya persaingan yang nyata sehingga meningkatkan keuntungan ekonomi mereka.

Dampak Ekonomi Lokal

Kerugian lain yang disebabkan oleh monopoli VOC adalah terhambatnya pertumbuhan ekonomi lokal. Secara khusus, para pedagang lokal yang mengekspor barang ke pasar luar negeri kehilangan pasar ini, yang berarti bahwa pendapatan mereka dan kesejahteraan masyarakat berkurang.

Dampak terhadap Kerajaan-kerajaan Lokal

Perubahan dalam Aliansi

Kerajaan-kerajaan lokal lainnya juga mulai memahami kekuatan VOC dan pentingnya perjanjian ini. Banyak raja yang sebelumnya tidak peduli atau secara terbuka memusuhi VOC, mengambil keputusan untuk bersekutu dengan VOC demi menjaga stabilitas wilayah mereka. Hal ini mengakibatkan perubahan yang signifikan dalam lanskap politik di seluruh Sulawesi Selatan.

Kepatuhan dan Pengawasan

Hal ini berarti bahwa kerajaan-kerajaan yang berada di bawah pengaruh VOC harus tunduk pada aturan dan kebijakan yang diterapkan VOC. Hal ini memberikan batasan-batasan seperti perdagangan dan pergerakan laut yang sedikit banyak mengancam otonomi dan kebebasan kerajaan-kerajaan tersebut.

Perubahan Sosial dan Budaya

Pengaruh Budaya Barat

Inisiatif VOC tidak hanya memberikan kontribusi dalam aspek politik dan ekonomi, tetapi juga dalam aspek sosial dan budaya. Masyarakat lokal mulai mengadopsi aspek-aspek budaya Barat dalam kehidupan mereka, hal ini dapat mencakup bahasa yang mereka gunakan, agama yang mereka anut, atau bentuk-bentuk etiket baru.

Perlawanan dan Pemberontakan

Sementara banyak kerajaan yang memutuskan untuk bergabung dengan VOC, tidak sedikit pula yang melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap Belanda. Kegagalan untuk mengubah kebijakan VOC dan hilangnya kedaulatan membuat beberapa pemimpin lokal melakukan perlawanan, meskipun sejumlah pemberontakan ini berhasil ditumpas.

Perjanjian Bongaya merupakan salah satu titik balik dalam sejarah Indonesia dalam kaitannya dengan hubungan antara pemerintah lokal dan pemerintah kolonial. Dampak dari isi perjanjian bongaya ini akan terasa selama bertahun-tahun ke depan dan mengubah peta politik dan ekonomi di wilayah tersebut. 

Demikian pembahasan artikel mengenai isi perjanjian bongaya, semoga dapat bermanfaat untuk anda. Apabila anak anda kesulitan dalam belajar di sekolah, daftarkan anak anda untuk mengikuti bimbingan Les Privat Edumaster yang dapat membantu anak anda menjadi lebih paham materi yang diajarkan dan berpotensi menjadi siswa berprestasi.